Tuesday, 21 December 2004

--bingung mau kasi judul apa--

Ada besok, besok dan besok. Tunggulah sampai semua menjadi lebih tenang. Tidak grasak grusuk seperti ini, semua ia ucapkan datar saja tanpa tahu gemuruhnya hatiku.
Kau masih bisa menunggu sebentar saja bukan?, tanyanya lagi.
Aku menjawab dalam diam.
Ayolah, ini tidak seserius itu. Kau juga tahu bagaimana situasinya, ia masih saja berusaha membujukku.

Tidak sesederhana itu? Ini lebih pelik dari yang kau kira, jawabku. Sudah seminggu masalah ini mengangguku, menjadi bayanganku, menyedot seluruh energiku. Menunggu tidak menjadi masalah bagiku, tapi menyelesaikannya adalah yang terpenting. Saat seperti ini adalah saat yang tepat untuk terbebas dari rumitnya persoalan.

Kali ini ia memperbaiki posisinya. Wajahnya tepat dihadapanku.
Hei, coba lihat sini. Lihat mataku, ujarnya memerintah.
Dengar ya bocah kecil, umurmu belum juga genap 20 tahun. Hidup bagimu mungkin mempesona. Semua yang kau inginkan mudah didapatkan. Semua yang kau perintah berjalan menunduk-nunduk seakan-akan kau tuannya. Dan kau perlakukan dunia sekenamu. Itu bukan hidup. Tidak semuanya bisa kau kendalikan. Bahkan persoalan kecil seperti ini membuatmu terseok-seok, panjang uraiannya. Masih datar dalam intonasi tapi menghujam sekali.
Coba lihat kesini, lanjutnya sambil menunjuk dadaku. Matamu memang dua seperti kebanyakan orang, tapi mata hatimu tumpul. Tunggulah, sebentar saja. Kau tak pernah tahu keajaiban apa dibalik semuanya, lagi, ia berceloteh lagi.
Bagimu yang berarti adalah yang kasat mata. Hidup lebih dari itu semua. Sekecil apapun yang tercipta adalah makna kehidupan yang bisa kau ambil ilmu darinya. Sekarang atur hidupmu, ubah sudut pandangmu dan gunakan mata hatimu, setelah itu baru kau selesaikan semuanya. Tidak seperti ini, termakan emosi. Ingat bocah kecil, hidupmu belum seberapa dibanding semua yang hadir sebelummu. Jadi jangan berpikir bahwa kau yang paling teraniaya dalam rumit persoalan. Jangan anggap dunia sesempit masalahmu. Merenunglah dan coba jujur pada dirimu. Benarkah seperti ini penyelesaiannya?, ia terdiam sejenak.
Bukan penyelesaian dengan emosi yang kuharap kau lakukan, tapi makna dari semuanya yang kuharap kau dapatkan. Hidup hanya sekali ini saja. Semoga kau tak melakukan kesalahan seperti yang kulakukan, kali ini ada penyesalan dalam warna suaranya. Meski begitu dari balik jeruji ini raut wajahnya terlihat lebih tenang jika dibandingkan pertama kali ia ditempatkan disini.
Sudahlah, orang seperti aku tidak pantas kau percayai. Tapi aku betul-betul menaruh harap padamu, agar kau bisa mengalahkan dirimu sendiri bocah kecil.
Sesaat kemudian ia berdiri dan meninggalkanku dalam diam.

No comments:

Iri

Ingin rasanya berada bersisian, berdampingan dengan teman-teman di lapangan yang sedang berjibaku tak kenal henti. Mereka diberi kesempa...