Ia baru beranjak. Ia tak pernah bisa meninggalkan aku dengan diam. Ia memintaku memutar ulang semua kisah. Keping aku dan dia.
***
Saat helaian waktu yang jatuh persatu bercerita:
Rie, hari masih memintaku menemaninya
membalik dusta yang berkelana mengemis kesemuan
karena jiwa, ribu makna
dan karat hidup hanya menyisakan luka
mungkinkah aku?
Ia sedang memandang bintang dan bertanya padaku.
Sa, torehan huruf dan katamu bukan sekedar kalimat. Ia adalah mimpimu dan harap yang suatu saat kau wujudkan.
----
Rie, semua hanya menyisakan lelah
Tapi aku tak mungkin mengalah
Ia masih berbincang dengan malam.
Sa, asa yang membuatmu berarti. Mengapa tak memilih diam sejenak?.
----
Rie, aku ingin terbang tinggi bersama mereka
Tapi sepertinya sayapku patah
Dan aku hanya bermimpi mengarungi angkasa
Kini ia menatap langit. Menembus lapis demi lapisnya.
Sa, mengapa tak kau balut lukamu dan mulai belajar mengepakkan sayap?
----
Aku tak kan pernah bisa terbang Rie
Tak kan pernah bisa menatap awan tanpa sekat
Rintik membasahi malam di jendelanya. Ia seperti lebur jadi satu di sana.
Sa, bolehkah aku memintamu untuk tidak pernah menyerah?
***
Ia baru beranjak. Ia tak pernah bisa meninggalkan aku dengan diam. Tapi kisah itu kini telah berakhir.
Sa, hanya punya dunianya sendiri. Terpekur, melamun, tercenung, berteriak, menangis, terbahak-bahak. Menyembunyikan jiwa rapuh di balik baju yang membungkus rapat tubuhnya.
No comments:
Post a Comment