Wednesday 24 November 2004

repotnya jadi ibu

Malam sudah merayap larut, hampir tengah malam. Semua penghuni rumah tampaknya sudah lelap melepas lelah. Pun seorang ibu muda. Wajah letihnya seakan bercerita bagaimana waktu yang dilalui hari ini. Di sampingnya ada seorang bayi mungil yang juga sedang tertidur pulas.
Kriet.. tiba-tiba pintu kamarnya terbuka.
“Bunda dah tidur? Temenin kakak ke kamar mandi ya nda”. Anak sulungnya perlahan masuk dan membangunkannya.
Sang ibu menoleh sekilas pada suaminya. “Kasihan Ayah, pasti letih sekali”, batinnya. “Iya sayang, bunda temenin”.
“Bunda, tapi nanti nda temenin kakak juga ya sampai kakak tidur lagi, takut nda”. Hari ini adalah hari pertama si sulung mendapatkan kamar barunya.
“Iya sayang, tapi nanti kakak harus berani tidur sendiri ya”, ujar sang ibu sambil tersenyum.

Waktu terus bergulir, tanpa pernah menunggu.
Tiga belas tahun kemudian.

Di ruang tamu yang tak banyak berubah, seorang ibu sedang duduk terkantuk-kantuk. Hari sudah semakin gelap. Anak bungsu dan suaminya pun telah terlelap. Tak lama berselang, bel berbunyi. Sang ibu tergopoh-gopoh membukakan pintu, setelah sebelumnya mengintip lewat jendela.
“Loh, belum tidur nda?”, tanya anak sulungnya yang baru saja pulang.
“Belum sayang, tadi masih ada pesanan yang harus bunda selesaikan. Kok baru pulang jam segini kak?”, ujar sang bunda masih diwarnai kecemasan.
“Iya, maaf ya nda. Tadi ikutan bantu-bantu panitia di sekolahan. Pulsa kakak tadi habis nda, jadi ga sempat ngabarin ke rumah”, jelas anaknya.
“Ga apa-apa sayang, tapi nanti kalau pulang larut, kasih kabar ya. Bunda kan cemas. Sekarang ganti baju dan makan dulu. Sudah bunda siapkan di meja makan.”
“Ok bunda”. Dikecupnya pipi wanita setengah baya itu.

Wajah letih sang ibu masih melekat, tapi ada kehangatan disana. Hangat oleh cinta dan keikhlasan. Walau ada penat yang melelahkan, tetap tegar, tetap berpijak dan tak ingin beranjak, demi keluarganya, demi cinta-Nya.

--> ditulis setelah merasakan ga enaknya tidur malam yang terganggu. Bgmana dulu ya ibu-ibu kita? Tidur malam tak nyenyak, tapi pagi hari harus berletih lagi. Ternyata ga hanya saat kita kecil, tapi dah besar2 bgini juga kita masih bisa membuat tidur ibu kita jadi ga nyenyak. Itu baru masalah tidur, belum kerepotan-kerepotan lain yang kita “hadiahi” padanya. Memang benar menjadi ibu bukan pekerjaan mudah, tapi pekerjaan mulia.
Semoga Allah membalas semua keikhlasan beliau dengan sebaik-baik balasan. Amin.

2 comments:

imponk said...

makanya, tidak berlebihan jika surga itu terletak ditelapak kakinya :)

mitatea said...

Ada orang yang berkata, berbahagialah kamu ditakdirkan jadi perempuan, banyak lahan yang dapat menyampaikan ke surga.
Tapi sepertinya tidak semudah itu,
Kayak ngurus ponakan aja harus sabar, namanya juga anak-anak, kan harus dimaklum. Ngacak2 kasur lah, meja-lah, tapi itu dalah proses dia belajar.
Hmmm.. yang dulu kepengennya punya anak selusin jadi keder…
Sabar..sabar…ikhlas…ikhlas… untuk menjadi seorang ibu.

Iri

Ingin rasanya berada bersisian, berdampingan dengan teman-teman di lapangan yang sedang berjibaku tak kenal henti. Mereka diberi kesempa...