Namaku Rindu. Aku berjalan menyusuri langit. Langit tanpa tiang. Iya, langit yang tanpa tiang ini tersangga begitu gagahnya. Ia berubah menjadi hitam pekat saat hendak mengamuk dan meniupkan anginnya kencang-kencang. Lalu ia berubah menjadi biru, warna yang sangat jernih. Indah, sejuk, menyegarkan. Lalu jika beruntung ia dapat melukis pelangi yang ujungnya bahkan tak kan pernah bisa kau sentuh.
Namaku Rindu. Aku kini berjalan menyusuri bumi. Iya, Bumi. Tempat dimana lautan, pegunungan terhampar. Luas dan tak terbatas. Pernahkah engkau menyusuri satu titik lalu kembali ke titik mula? Jika pernah seberapa lama kau perlukan waktu untuk menyusurinya hingga kembali ke titik awal?
Namaku Rindu. Aku kini terdiam. Diam memandangi langit. Menikmati bumi. Mengapa aku dinamakan Rindu? Mungkin karena rinduku pada langit. Mungkin karena rinduku di bumi. Mungkin karena berada di antara dua titik dan tetap murni itu tidak mudah. Murni seperti langit. Murni walaupun berada di bumi.
Namaku Rindu.
Dan aku tahu.
Yang aku rindukan adalah bentuk termurniku. Seperti langit, walaupun sedang berada di bumi.
No comments:
Post a Comment