Friday, 28 April 2006

sayonara..

sayonara.., ujarnya seraya membungkukkan badan.
wanita yang cantik, dan juga sopan sekali. ia mengulaskan senyumnya tipis. meninggalkan bayang di belakangnya. lalu pergi..

***

ini kali ketiga ia kemari. terbata-bata ia kemukakan keinginannya. pada mulanya ia hanya terdiam di depan pintu untuk akhirnya memutuskan untuk masuk. tempat ini tempat yang sering ia lewati begitu saja, begitu saja tanpa kesan. rumah asri dengan halaman luas di depannya. meneduhkan.

saya, nana, boleh saya bicara? bahasa indonesianya cukup baik.
boleh saya tahu seperti apa keadaan disini?
lalu lima menit kemudian, ia sudah bergegas mengikuti petugas disini. menengok kamar, ruang baca, tempat bersantai, halaman, dan juga ruang makan.
terima kasih.
ia pamit dengan rona wajah yang tidak jelas.

***

dua hari berselang, nana-chan datang kembali. wajahnya menyiratkan banyak hal.
boleh saya berkonsultasi? ujarnya bingung.
lalu mengalirlah kata-kata yang mewakili semua kegundahannya.

dan hari ini. ia telah menyepakati semuanya. menitipkan segala sesuatu pada petugas rumah ini. menceritakan tentang hal-hal yang mesti ia beritahukan. di sampingnya, seorang renta yang entah sedang memandang apa. wajahnya kosong. seperti meminta nana-chan untuk tidak melakukan semua ini. mata yang sepi dan sendiri. nana-chan pun begitu, berulang kali ia terdiam, menghindari sorot mata renta itu. berusaha menekan semua kata nuraninya.

ibu, ibu akan lebih terawat disini, di temani mereka yang bisa memperhatikan ibu. menghirup udara segar di balik hijau tamannya. mendapat makanan dengan komposisi yang terbaik yang mereka berikan. mendapat teman untuk berbagi banyak hal. ibu akan baik-baik saja disini.

nana-chan berbicara dalam kata-kata yang sangat rapuh. ia benar-benar tak kuasa menatap sorot penuh cinta di sana. tangan keriput itu berusaha dengan susah payah membelai rambut nana-chan, seperti yang sering ia lakukan puluhan tahun silam. mulutnya hendak berkata-kata, namun yang keluar hanya desis yang sudah tak jelas lagi.

ibu maafkan nana.

dikecupnya. di peluknya.

ibu nana akan sering kemari.
maafkan nana bu.

***

ia, wanita cantik. wanita yang terjebak dalam keegoisannya.

seandainya saja ia mengerti bahwa tua itu sangat sepi dan sendiri.. sepi sekali.. sesepi bola mata wanita renta yang tak pernah lagi bisa membelai rambut anak tercintanya..

Tuesday, 11 April 2006

seperti embun pagi hari

kata-kata sedang bersembunyi
dan memilih untuk pergi
tanpa jejak
seperti embun pagi hari

Saturday, 8 April 2006

mereka

mereka. dia, dia dan dia. ada segaris senyum, tidak tulus. ada segurat kecewa, terlihat meski disembunyikan. ada kata-kata tersekat, yang tak mungkin terucapkan lagi. hidup mesti dijalani, meski dia, dia dan dia kehilangan mimpi. karena hari tak terulang kembali. dan nafas masih tersisa, entah hingga kapan.

Siluet

Iri

Ingin rasanya berada bersisian, berdampingan dengan teman-teman di lapangan yang sedang berjibaku tak kenal henti. Mereka diberi kesempa...