Tuesday, 21 June 2005
warnawarni
dah lama banget ga sign in di blogger, maaf, maaf untuk tidak sempat berkunjung ke blog tetangga, btw hayu tebak ini foto diambil dimana? silakan, silakan menebak, terutama orang bandung, masa ga tau si ;P
Sunday, 5 June 2005
cahaya di atas cahaya
5cm
ini novel bagus, ga rugi bacanya
novel ini cerita tentang persahabatan 5 orang, dengan karakter yang beda-beda, saking dah dekatnya sejak smu --sekarang mereka dah kuliah, dan ada yang dah kerja--, mereka ngerasa perlu ga ketemuan dulu selama 3 bulan, supaya rada rada beda rasanya
dari sini cerita tentang mereka dikupas satu-satu, pisah selama tiga bulan ternyata bikin banyak kisah yang terjadi, hidup mereka emang jadi beda, tapi tetep aja kangen satu sama lain
dan akhirnya pada hari yang ditetapkan mereka ngumpul bareng, dan mereka bikin cerita baru lagi yang seru banget dan punya seribu makna
________________
5cm ini novel idealis, yang ditulis ma aktivis 98 --setidaknya waktu tahun 98 sang penulis ikutan turun ke jalan--, jadi ga heran klo didalamnya bertebaran kata-kata bagus, kata-kata yang punya arti, yah maksudnya ga rugi baca novel ini :)
btw kemarin beli novel ini karena dua alasan, satu: covernya cakep, dua: kalimat di belakangnya yang menggelitik: "ada yang pernah bilang kalau idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh generasi muda.."
jadi.. jadi.. dah berminat baca belum?
oia, biasanya sesaat setelah baca buku ini jadi pengen naik gunung, terutama buat yang belum pernah naik gunung ;)
asap
Saturday, 4 June 2005
rumit
Thursday, 2 June 2005
anak laki-laki
"saya ingin anda jadi anak laki-laki ibu saya"
wanita itu berkata demikian sembari menyeduh teh yang telah di pesannya. ia kemudian memalingkan wajahnya ke jendela di sampingnya. semburat jingga matahari. menyilaukan. dan menyedihkan.
kafe itu sepi di awal minggu seperti ini. di sekeliling wanita itu hanya ada beberapa pria yang menyeruput kopi mereka atau sekedar bersenda gurau dengan lawan bicaranya.
wanita itu kembali menatap lurus ke depan. ia mengaduk-ngaduk tehnya. air di dalam cangkir itu bergolak perlahan seperti irama sendok didalamnya. wanita itu menunduk sebentar.
"ibu saya, wanita luar biasa yang membesarkan saya. wanita terhebat dalam hidup saya. wanita yang semestinya mendapat cinta yang luar biasa."
ia terdiam perlahan.
"dan saya tidak dapat memberinya. saya baru belajar mencintainya, dengan tertatih-tatih. saya baru belajar untuk bisa memberi. meski saya tahu saya tak bisa menyamainya."
kini satu persatu pengunjung mulai meninggalkan kafe. wanita itu masih disana, bersama senja yang makin memerah.
"ibu tak pernah berkata apapun. tapi dari matanya saya tahu, ibu sering menangis diam-diam, karena saya. karena saya tak pernah tahu bagaimana mengerti ibu. karena bilangan usia saya tak mengubah saya menjadi seorang yang lebih baik. ibu terlalu banyak dikecewakan oleh saya, oleh saudara laki-laki saya. dan ibu hanya ingin satu: anak yang memahaminya. dan itu bukan saya. setidaknya bukan saya saat ini. saya baru belajar memahaminya. sedang ibu, ia digerogoti oleh waktu. dan saya ingin menyaingi waktu, saya ingin bisa menawarinya cinta yang lain."
wanita itu sering sekali datang ke kafe ini. tempat favoritnya adalah di samping jendela di sebelah barat kafe. tempat dimana senja menyinarinya.
"saya mungkin berharap terlalu banyak. tapi benar saya sedang tertatih-tatih mencobanya. dan disana, saya melihat ada cinta untuk ibu saya. tolonglah, saya hanya ingin anda jadi anak laki-laki ibu saya. memberinya cinta dari seorang anak yang memahami perasaannya. tolonglah, seperti anda menjadi anak laki-laki ibu anda, tolong berikan cinta anda pada ibu saya. saya hanya ingin anda jadi anak laki-laki ibu saya. lalu ajari saya memahami ibu."
wanita itu menyeruput habis teh dicangkirnya. ia menghela nafas sejenak. lalu dibereskannya perlahan benda-benda kecil di meja. langit kini perlahan menjadi gelap. wanita itu berdiri, meletakkan sejumlah uang di meja dan pergi.
dan disana hanya ada bayangan senja dan secangkir teh. wanita itu tidak meninggalkan siapapun disana.
wanita itu berkata demikian sembari menyeduh teh yang telah di pesannya. ia kemudian memalingkan wajahnya ke jendela di sampingnya. semburat jingga matahari. menyilaukan. dan menyedihkan.
kafe itu sepi di awal minggu seperti ini. di sekeliling wanita itu hanya ada beberapa pria yang menyeruput kopi mereka atau sekedar bersenda gurau dengan lawan bicaranya.
wanita itu kembali menatap lurus ke depan. ia mengaduk-ngaduk tehnya. air di dalam cangkir itu bergolak perlahan seperti irama sendok didalamnya. wanita itu menunduk sebentar.
"ibu saya, wanita luar biasa yang membesarkan saya. wanita terhebat dalam hidup saya. wanita yang semestinya mendapat cinta yang luar biasa."
ia terdiam perlahan.
"dan saya tidak dapat memberinya. saya baru belajar mencintainya, dengan tertatih-tatih. saya baru belajar untuk bisa memberi. meski saya tahu saya tak bisa menyamainya."
kini satu persatu pengunjung mulai meninggalkan kafe. wanita itu masih disana, bersama senja yang makin memerah.
"ibu tak pernah berkata apapun. tapi dari matanya saya tahu, ibu sering menangis diam-diam, karena saya. karena saya tak pernah tahu bagaimana mengerti ibu. karena bilangan usia saya tak mengubah saya menjadi seorang yang lebih baik. ibu terlalu banyak dikecewakan oleh saya, oleh saudara laki-laki saya. dan ibu hanya ingin satu: anak yang memahaminya. dan itu bukan saya. setidaknya bukan saya saat ini. saya baru belajar memahaminya. sedang ibu, ia digerogoti oleh waktu. dan saya ingin menyaingi waktu, saya ingin bisa menawarinya cinta yang lain."
wanita itu sering sekali datang ke kafe ini. tempat favoritnya adalah di samping jendela di sebelah barat kafe. tempat dimana senja menyinarinya.
"saya mungkin berharap terlalu banyak. tapi benar saya sedang tertatih-tatih mencobanya. dan disana, saya melihat ada cinta untuk ibu saya. tolonglah, saya hanya ingin anda jadi anak laki-laki ibu saya. memberinya cinta dari seorang anak yang memahami perasaannya. tolonglah, seperti anda menjadi anak laki-laki ibu anda, tolong berikan cinta anda pada ibu saya. saya hanya ingin anda jadi anak laki-laki ibu saya. lalu ajari saya memahami ibu."
wanita itu menyeruput habis teh dicangkirnya. ia menghela nafas sejenak. lalu dibereskannya perlahan benda-benda kecil di meja. langit kini perlahan menjadi gelap. wanita itu berdiri, meletakkan sejumlah uang di meja dan pergi.
dan disana hanya ada bayangan senja dan secangkir teh. wanita itu tidak meninggalkan siapapun disana.
Wednesday, 1 June 2005
mataharikita
Subscribe to:
Posts (Atom)
Iri
Ingin rasanya berada bersisian, berdampingan dengan teman-teman di lapangan yang sedang berjibaku tak kenal henti. Mereka diberi kesempa...